Sunday, August 28, 2011

Another Lampsindofans Project!

Setelah kemarin kita sukses ngedapetin tanda tangan Lampard di project foto ultah Lampard, sekarang @lampsindofans balik lagi dan siap ngasih hadiah berupa 2 t-shirt @lampsindofans untuk dua follower yang beruntung dalam rangka 1 tahun account @lampsindofans!


Untuk mendapatkan t-shirt tersebut, kalian harus mengerjakan dua hal berikut:

1. Bikin singkatan nama LAMPARD sekreatif mungkin!
Contohnya: L untuk 'lucu', A untuk 'amazing', M untuk 'manis', P untuk 'pacar aku', A untuk 'aw mana tahan', R untuk 'raaawwwrr lucu banget!', D untuk 'damn, he's the best player I've ever known!'.

2. Buat essay bertema "Mengapa Lampard Pantas Menjadi Legenda"!
Essay diketik dan dikirimkan dalam format .doc atau .docx. Panjangnya minimal 1.500 karakter.

Keduanya dikirim via e-mail ke superfrankbdayproject@yahoo.com paling lambat 15 Oktober 2011. Jangan lupa cantumkan data diri kalian di dalam e-mail, minimal nama lengkap dan username Twitter kalian!

Gampang, kan?
Jadi, segera buka Microsoft Word kalian dan tulis kedua tugas tersebut sekreatif mungkin! :)
Kalau ada pertanyaan, kalian bisa tweet ke @lampsindofans :)

Saturday, August 27, 2011

Seperti Menjahit! :)

Baru-baru ini, saya menyelesaikan sebuah novel berjudul "Jennifer Johnson is Sick of Being Single."
Terlepas cara berceritanya yang agak membosankan, plus banyak salah eja maupun salah ketik dalam edisi Bahasa Indonesianya, ceritanya sebenarnya cukup menarik.



Nggak seperti chicklit kebanyakan, yang mayoritas berakhir dengan si-perempuan-pun-dapat-bersanding-dengan-pria-yang-ia-cintai, Jennifer Johnson justru berakhir dengan menikahi pria yang ia mimpikan. Semacam pangeran berkuda putih yang ada di dongeng dan menjadi impian para gadis-gadis cilik lah.

Diimpikan, bukan dicintai.
Di situlah saya membuat perbedaan besar. Karena, dalam dongeng di dunia nyata, pria yang kau impikan tidak selalu kau cintai.

Dan di bawah ini adalah quote menarik yang saya kutip dari novel ini. Yang sepertinya membuat saya harus segera jatuh cinta... pada sesuatu.


Aku tidak iri. Bagaimana mungkin? Semua itu hanyalah perayaan biasa, seperti halnya Natal atau ulang tahunmu. Ulang tahun mungkin penting saat kau masih kecil. Segalanya terasa menyenangkan. Kau merencanakannya sejak berbulan-bulan sebelumnya dan mengundang semuanya. Setiap kado membuatmu berdebar-debar; tidak butuh apapun untuk membuatmu bahagia. Badut akan terasa sangat lucu, hadiah plastic murahan yang kau dapatkan setelah berhasil memukul piñata sangatlah berharga. Kau menjadi histeris dan menggila saat berlarian bersama teman-temanmu, hingga akhirnya kau harus berpisah dengan mereka.
Kemudian, ketika kau tumbuh dewasa, ulang tahunmu akan terasa menyebalkan tidak peduli apapun yang kau lakukan. Jika sekarang kau melihat balon berbentuk bintang atau piñata, atau bahkan badut sewaan, kau hanya menangis, menangis, dan menangis. Cake ulang tahun memang masih bisa dinikmati, tetapi tidak ada yang bisa sepenuhnya mengembalikan perasaan bersemangat yang kau alami ketika kecil, atau perasaan bahwa kau adalah orang paling beruntung di dunia dan ini adalah hari terbaik dalam hidupmu. Kapan terakhir kali kau merasa seperti itu?
Mungkin itu sebabnya jatuh cinta menjadi sangat penting. Harapan untuk bisa merasakannya. Karena itulah satu-satunya pilar terakhir di dalam kuil kegairahan. Ketika kau jatuh cinta pada seseorang, rasanya seperti kau sedang berulang tahun di usiamu yang Sembilan tahun. Hari yang cerah, orang tuamu mencintaimu, dan ada badut yang tidak membuatmu takut atau membuatmu bertanya-tanya apa dosa yang mereka perbuat hingga dikutuk menjadi badut; kau merasa bersemangat dan berdebar-debar dengan kebahagiaan, yang terasa seolah akan bertahan selamanya
.

Seorang kawan, saya lupa siapa, pernah berkata kurang-lebih sama seperti ini:
"Kalo kamu deg-degan sama seseorang, berarti kamu suka sama dia. Kayak kalo kamu lagi menjahit, rasanya pasti bersemangat dan deg-degan karena seneng kan."
Setelah semalam saya pikir-pikir, rasanya perkataan dia ada benarnya. Setelah berbulan-bulan tidak menyentuh jarum, benang, dan kain flanel, semalam saya iseng membuat keychain menggunakan ketiganya. Bentuknya gurita dan berwarna ungu, karena dulu saya janji mau membuatkan satu untuk Diba.

Selama menjahit kain flanel, rasanya gimana ya... Pokoknya: menyenangkan! Seperti biasanya, di bagian awal jahitan saya kurang rapi (tapi sekarang udah jauh mendingan dibanding dulu kok -____-). Tinggal diteruskan saja, lama-lama jahitannya sudah serapi yang diinginkan. Dan ketika saya sadar kalau hampir semua sisi sudah beres dijahit, rasanya gimanaaaaaa gitu. Sedih sih enggak, tapi ada perasaan kalo saya nggak pengen acara menjahit ini lekas selesai :|

Lalu, teringat lagunya OneRepublic yang "Won't Stop".

Kok rasanya memang benar perkataan teman saya itu :)
Menemukan hal yang disukai itu baik. Deg-degan yang ditimbulkan karenanya juga baik :)
Mungkin jatuh cinta memang begini rasanya; senang ketika menjalaninya, selalu dipenuhi perasaan untuk membuat sesuatu yang "baru" karena hati dipenuhi perasaan tidak ingin segalanya lekas usai. Dan, ketika ada hal yang tidak baik menimpa, keinginan untuk membereskannya begitu menguasai sampai bikin gemes. Geregetan. Sama seperti ketika kesulitan untuk memasukkan benang ke dalam lubang jarum :)

Anyway, ini gurita ungunya. Semoga ketika dikasih mata, dia nggak seserem yang saya bikin ini :p



Dan masih ada "disderi" ini! (Si Ana nggak bales sms yang aku bilang kalo aku bikin disderi pake flanel ih :S)

Yang mana hayooo disderinya yang asli hayoooo *pertanyaan bodoh*
Well... Tampaknya harus segera beli kamera digital baru. Yang resolusinya bagus. Atau segera ganti hape. Aaaaaa~

Monday, August 22, 2011

Momo si Disderi: edisi 3 dan 4! :D

Oke.
Semakin lama semakin saya sadar bahwa memotret pakai si Momo bisa berarti ada BANYAK jari nampang!
Entah itu jari saya, atau jari orang lain yang minjem Momo buat nyoba motret.

Selain itu, bisa pula terjadi peristiwa yang disebut: pemenggalan secara visual.
Seperti ini:

-______-


Untuk jepretan edisi ketiga, diambil kisaran Juni-Juli 2011. Beberapa foto diambil saat saya dan Dhita nonton bunkasai di JEC. Sedangkan untuk edisi keempat, mayoritas diambil saat saya menjadi LO di Joved UGM 2011 yang lalu. Tim yang 'beruntung' menjadi anak-anak saya adalah Poltekom Bandung A. Hanya saja, karena LO Poltekom B sempat sakit, jadilah saya mengasuh delapan anak :|

Tapi anak-anaknya menyenangkan! :D

Minus Devki, yang nggak kejepret (cubit Hesti!) dan Rofi.
Kiri-kanan: Prima, Taufik, Kak Delfi, Iluz, saya, Dessy, dan Eka :D

Oh well, untuk Devki, I give her credits for calling my Momo as kamera chiki dan telah membuat saya 'menyicip' adegan ala sinetron, di mana lakon nyaris ketabrak mobil dan berteriak kencang. Hanya, mobilnya berubah jadi motor -____-"
Seriously, I wont ever forget that! Hahahaha :))
Dan perihal kamera chiki, ini karena mereka meragukan kemampuan Momo untuk memotret. Well...


Sayangnya, di foto-foto berikut juga personilnya nggak lengkap. Kayak Eka, dia pergi misah sama temennya. Iluz, dia balik ke lodging gara-gara kejedot tanda jalan dan jidatnya berdarah -___-

Santap takoyaki bersama Riza, Dilla, dan Dito (nggak tampak di kamera).

...is it? Or, isn't it?



TERNYATA BISA MOTRET SENDIRI PAKE MOMO. HURRAAAAAYY \:D/

Sheila & Dea! :3

Jepretan terakhir di depan kandang babi-nya Esti :p


Me & Dhita! :)





This kiddo is reaaaallyyyy cute, isn't he? :3


And following are photos from the 4th film. Nggak seperti biasanya, di mana saya selalu pake Kodak Colorplus asa 200, saya pake Fujifilm Superia 200. Dan hasilnya ngga terlalu memuaskan. Warnanya kurang tajam -____-
Tapi ya gimana lagi, pas itu kepepet sih -______-


Yayy, ada fotonya Wildan! <3



Basamo Kak Fatma, yang ternyata adalam kawan SMA "Kak" Andre :O

BOCOOOOOORRRRR -_____-"

Ini duet sableng, Devki dan Kak Delfi

Acik acik naik becak :3


Pak Becak-nya kuat yak!



Salah satu bentuk pemenggalan secara visual .__.



Daaaan setelah saya tergila-gila dengan album Radtitude empunya Weezer, sekarang saya sedang tergila-gila dengan Beirut. Namanya boleh jadi serupa nama kota, tapi yang ini adalah band indie-folk.



Coba deh dengerin Postcards from Italy-nya... Dahsyat!


Smell ya later!
xx

Tuesday, August 16, 2011

I've Got a Confession that I Will Make If You Listen

Sekali-kali boleh dong ya saya bikin judul posting blog yang sok-sok keren? :p

Oh iya, baru saja semalam saya input mata kuliah untuk semester 5. Dan setelah perhitungan jumlah sks serta daftar mata kuliah yang ditawarkan semester ini, tampaknya keinginan untuk lulus dalam tujuh semester perlu dilupakan.  Well, delapan semester tidak buruk sama sekali kok. Ada rencana pengen ngasdos juga. Tapi, lihat nanti sajalah. Pikirkan dulu semester lima nanti jadinya kayak apa :)

Well, menyesuaikan judul, I'm gonna write something. Ya, semacam pengakuan.

Silahkan baca posting blog yang satu ini dulu di sini.

Posting tersebut membuat saya ingin jatuh cinta.
Bukan pada seseorang, tetapi pada sesuatu. Atau mungkin, sesuatu yang terdapat pada seseorang.

Jatuh cinta membuat seorang gadis terlihat cantik. Alasan itulah mengapa saya senang mendengar seseorang mencurahkan kisah asmaranya pada saya. Sama seperti mengapa saya suka melihat wanita yang hendak menjadi pengantin: mereka terlihat cantik karena bahagia.

Tapi, tolong camkan ini sebelum melanjutkan membaca: saya bukan lesbi. Hahaha :)

Mungkin saya hanya ingin merasa lebih baik mengenai diri saya sendiri. Mungkin, saya hanya ingin, untuk pertama kalinya, merasa diri saya... cantik. Menghabiskan masa kecil menjadi sasaran 'perhatian' berlebihan kawan sebaya mengenai ukuran tubuh saya, membuat saya meyakini bahwa saya tidak akan pernah terlihat menarik.

Sisi baiknya: saya tak perlu meributkan diri mengenai penampilan, mengingat orang selalu lebih tertarik pada kawan-kawan saya ;)

Tahu film "27 Dresses"?
Alasan mengapa saya menyukai film itu (salah satu film dari sedikit film bergenre serupa yang saya suka!), selain karena ada banyak gaun pengantin di sana, adalah betapa saya merasa miripnya saya dengan Jane, si lakon utama. Jane, yang naksir bosnya sendiri, sangat terobesesi dengan segala hal berbau pernikahan. Hal itulah yang membuatnya sangat senang membantu pernikahan kawan-kawannya dan dengan sukarela menjadi pendamping pengantin... sebanyak 27 kali.

Fokus di sini bukan pada bagian betapa nelangsanya Jane yang tak bisa mengatakan 'tidak' pada siapapun yang meminta bantuannya. Tess, adik Jane, adalah sosok yang jauh lebih menarik dibandingkan dirinya. Populer, cantik, dan menawan, Tess dengan mudah menarik perhatian George, lelaki dambaan Jane.

Saya memiliki seseorang seperti Tess dalam hidup saya.

Kebalikan dari saya, dia bisa memiliki segalanya. Semua orang menyukainya. Perhatian bisa dengan mudah dia peroleh tanpa dia minta. Dan meskipun dia sudah dua kali membuat saya merasa sakit hati, saya tidak bisa  sekalipun merasa benar-benar marah dengannya.

Ah, lama-lama ceritanya meluber. Sudahlah, saya cukupkan. Saya memang random-nya nggak ketulungan :))

Btw, foto-foto dari Momo belum bisa saya post karena memang belum saya cuci-scan -____-"
Nggak sempet, nggak punya duit. Dua roll film cuy, Rp22.000,00


Oh iya, saya lagi naksir berat sama album Radtitude-nya Weezer!

Tuesday, August 2, 2011

Sebuah Tulisan Tak Ilmiah Tentang Bumi dan Planet-Planet Kecilnya

First of all, saya ingin mengucapkan selamat berpuasa bagi kawan-kawan Muslim saya. Semoga Ramadhan tahun ini bisa menjadi titik tempat kita berkembang menjadi lebih baik dibandingkan sebelumnya. Semoga kita semua mencapai kemenangan yang sejati! :)

Kembali pada postingan saya kali ini, tulisan ini saya buat dalam kurun satu jam pada 1 Agustus 2011 malam. Dibuat secara spontan, postingan ini saya tulis selang beberapa hari (satu atau dua, mungkin) setelah terjadi sesuatu yang membuat saya ngamuk berat lantaran sebuah kalimat yang dilontarkan seseorang yang saya kenal :)

Galileo telah sukses membuktikan bahwa Bumi bukanlah pusat dari galaksi yang kita kenal. Bumi tak semega yang orang-orang pada masa itu kira; sebegitu hebatnya tanah pemberi kehidupan ini sehingga dianggap pantas menjadi pusat semesta. Pada faktanya, Galileo menemukan bukti bahwa Bumi hanyalah bagian dari sebuah galaksi yang menjadikan sebuah bintang bernama Matahari menjadi pusatnya.

Bagi saya, Milky Way alias Bimasakti ini terlihat seperti telor ceplok!

Luasnya Bimasakti pun masih belum seberapa. Alam semesta ini luasnya melebihi perhitungan manusia. Masih ada banyak galaksi dan intinya yang jauh lebih giga dan megah dibandingkan Bimasakti dan Matahari. Bumi? Besarnya saja kalah jauh dengan Jupiter. Apalagi dengan bintang yang lain!

Dan apakah kalian ingin membayangkan seperti apa kita, manusia, di tengah luasnya jagat raya ini? Mungkin saja kita tak lebih besar dibandingkan debu angkasa.

Oh, well. Saya bukan anak sains yang paham hal-hal berbau seperti itu. Seperti: jarak Matahari dengan Bumi; saya saja tak tahu! Dan yang akan saya tulis berikut bahkan jauh lebih tidak ilmiah dibandingkan hal-hal berbau paranormal (setidaknya, ada yang melakukan penelitian terhadap fenomena mistis tersebut dan memiliki bukti empirisnya).

Saya percaya bahwa Bumi adalah inti dari sebuah ‘galaksi’. Ada begitu banyak planet-planet yang mengelilinginya; bukan sekedar Sembilan – atau delapan? – seperti milik Bimasakti. Nama galaksinya? Sebut saja Galaksi Bumbum (maaf sudah merusak kenikmatan membaca anda… oh, are you reading?). Planet-planet di Galaksi Bumbum memiliki karakteristik berbeda dibanding planet yang kita kenal dari pelajaran IPA atau Biologi di bangku sekolah. Planet ini tidak merepresentasikan gumpalan zat padat or blablabla, tetapi mewujud dari manusia.

Pernah mendengar istilah “Women are from Venus, Men are from Mars”? Ya, mirip seperti itu lah, in case kalian terlalu jenius untuk memahami istilah rendahan yang saya bikin sendiri ini. Hanya, saya sendiri tidak meyakini istilah di atas tersebut benar adanya; satu perempuan saja bisa berbeda jauh dengan perempuan lainnya. Pun dengan lelaki. Jadi, bagi saya, bisa saja ada perempuan yang berasal dari Pluto, sementara ada lelaki yang datang dari Venus.



Saya perhatikan bahwa setiap manusia memiliki ‘planet’-nya sendiri. Planet tersebut tak mesti bernama, tetapi ada karakteristik yang membedakan dengan planet milik manusia lain. Pernah memperhatikan seperti apa kontrasnya penampilan perempuan yang terlahir dari keluarga kaya raya nan terpandang, di mana ia memiliki sumber daya tak terbatas (uang!) untuk memermak penampilannya agar sesuai dengan kelasnya, dan penampilan seorang perempuan biasa yang bersyukur bila bisa membeli satu stel baju baru setiap bulannya? Tidak, saya tidak sekedar membicarakan penampilan luar. Tetapi, lihat juga mindset yang telah ditanamkan pada dua jenis perempuan itu. Ditambah berbedanya lingkungan tempat mereka dibesarkan, semakin sulit planet mereka berdua untuk disatukan.

Saya tekankan kembali: ini tak melulu mengenai penampilan. Tetapi sesuatu yang berasal dari dalam diri manusia tersebut. Entah hasrat, ideologi, atau cara hidup. Individu itu unik, dan semirip apapun seseorang dengan orang lain, selalu ada satu poin yang menjadikan mereka berbeda.

Saya mengenal seseorang yang tampaknya tidak pernah menemukan seseorang seperti saya di ‘planet’-nya tersebut. Entah dia anggap saya aneh (oh, saya yakin bahwa normalitas hanyalah sebuah batasan semu yang diciptakan manusia dan tergantung pada bagaimana manusia tersebut menjadikan suatu hal itu biasa) atau apa, hanya saja tampaknya ia tak henti ‘menunjukkan betapa berbedanya saya dibandingkan manusia yang (sepertinya) biasa ia lihat’. Bukan dalam hal baik, sialnya.

Saya tahu kesabaran itu tidak boleh memiliki batas; sabar ya sabar. Tetapi, saya akhirnya sampai pada suatu titik di mana saya muak dengan polahnya. Di ‘planet’-nya, saya yakin hanya ada sekelompok makhluk pintar, cerdas, berwujud normal(dalam ukurannya, tentu), tetapi tidak tahu bagaimana caranya mengapresiasi dan menjaga perasaan orang lain.

Saya sendiri yakin, di ‘planet’-nya, waktu berjalan merangkak. Tak tahukah ia bahwa saat ini banyak manusia yang ingin dinilai, diapresiasi, dihargai, bukan karena bungkus luarnya? Manusia yang memiliki kemasan menarik saja meminta penghargaan yang dilepaskan dari atribut fisik seperti itu, apalagi manusia seperti saya! Dan sialnya (lagi), bagi manusia seperti saya, atribut itulah yang lebih sering ditekankan oleh manusia lain. Atribut itu tampaknya mereka yakini sebagai pembeda antara mereka dengan saya, apabila mengikuti keyakinan tiap individu adalah berbeda.

Bukannya saya marah (oh, ya, saya marah. Tapi itu dulu), saat ini saya hanya geram melihat masih banyaknya manusia yang berpikiran sesempit itu. Atau jangan-jangan, seperti itulah yang menjadi sesuatu yang ‘baik’ saat ini? Well, lagi-lagi planet saya berdinamika dengan kecepatan yang berbeda. Dan ini semakin mempertegas keyakinan saya bahwa perempuan tak melulu berasal dari Venus.

Planet-planet kecil yang mengelilingi Bumi ini bukannya tak memiliki dampak besar ketika saling bergesekan satu sama lain. Senggolan antara batu angkasa dengan sebuah planet saja bisa meninggalkan bekas; menganga dan besar. Pun dengan planet-planet kecil milik Bumi ini. Mungkin bekasnya tak sedahsyat contoh di atas, tetapi ada sakit yang jauh lebih perih dibandingkan gesekan fisik. Kesakitan seperti itu bahkan bisa terbawa sampai manusia itu mati dan planetnya hancur menjadi debu.

Memaksakan pandangan saya sepertinya bukan alternatif yang baik. Biarlah ia belajar dari pengalamannya, bahwa kestabilan Galaksi Bumbum tergantung dari apakah ia mampu menjaga keharmonisan antara satu planet dengan planet lainnya. Tak bisa saya bayangkan bila ia terus menyenggol planet lainnya; Bumi akan murka, mungkin. Terlebih, saya bukan tipikal manusia yang mau mempedulikan lagi manusia lain yang tak pernah menunjukkan bahwa ia memiliki respek.

Cukup satu kata untuk menutup tulisan tak ilmiah ini: persetan.