Wednesday, November 23, 2011

Bukan Masalah Waktu, Aku Saja yang Terbiasa

Sebenarnya aku sudah lama melupakan ini. Namun, tiba-tiba saja aku teringat kamu. Kita, dulu.

Tak perlu dijelaskan berkali-kali bahwa ini bukan sebuah hubungan. Tidak pula melibatkan perasaan. Namun, secara spontan aku menyebut kita. Padahal, belum tentu kamu juga berpikiran yang sama. Maaf, aku memang lancang.

Sumpah, aku tidak menyangka ternyata sudah lama berlalu sejak terminologi ‘kita’ itu mulai kadaluarsa. Tenang, aku tidak ingin mengingat yang sudah lewat. Sudah tak ada artinya bagi siapapun. Aku hanya mencoba mengingat saat-saat setelah kita berakhir.

Pernahkah kamu menyayat lenganmu sendiri? Tak perlu terlalu dalam; kamu bukan mau bunuh diri. Namun, sayat saja sampai tanganmu terluka dan berdarah. Lalu, obati luka itu. Lukanya akan menutup dalam beberapa hari dan bekasnya akan hilang perlahan. Mungkin, karena itulah orang sering berkata, “Waktu akan menyembuhkan segalanya.”

Ibaratkan aku adalah tangan itu, dan kamu adalah lukanya. Kamu menutup, lalu hilang.

Tentu saja dulu lukaku tak sampai berdarah-darah. Aku sendiri sudah sampai pada pemahaman bahwa hubungan antarmanusia selalu diawali sebagai orang asing. Orang-orang itu mampir dalam kehidupan kita. Beberapa tinggal sebagai kawan, sahabat, kekasih, keluarga, bahkan seteru. Beberapa lagi memilih berlalu dan kembali menjadi orang asing. Dulu aku pikir lagi-lagi kamu jadi orang asing. Pada titik pemahaman itulah aku mulai sadar bahwa aku tidak akan kenapa-kenapa tanpa kamu.

Kamu sang luka, bekasmu sudah tidak ada. Dan bagiku, ini bukan masalah waktu. Banyak hal yang aku pelajari tentang kamu, yang aku pelajari tanpa kamu. Semakin aku pelajari, semakin aku tenggelam dalam diriku sendiri; aku semakin mengenal diriku sendiri.

Sekali lagi, kamu lukaku tak lagi berbekas bukan karena waktu. Aku terbiasa tanpa kamu.

Aku hanyalah sebuah tangan. Aku tidak butuh luka; kamu tidak melengkapiku, pun mengurangiku. Kamu lebih dari cukup.

Aku sudah merasa lengkap hanya dengan diriku sendiri.


Yogyakarta, 22 November 2011