Friday, October 5, 2012

Melompat Keluar Lingkaran (bukan cerita soal beruang sirkus)

Selamat datang, semester tujuh :)

Iyaaaa, saya sudah tua sekarang. Sudah masuk angka tahun ketika adik-adik yang lebih muda akan bertanya: "Kapan skripsi?" Dan mereka yang lebih tua akan merespons: "Wah, sudah mau lulus, ya?"
Padahal, jawabannya adalah, "Belum." :p

Saya bukan mahasiswa-kelas-ekspress yang sudah mencicil skripsi dari semester silam, meskipun proposal skripsi dari mata kuliah Metopen sudah selesai. Tapi memang belum jatahnya skripsian semester ini, baik formal maupun informal. Selain masih mengambil cukup banyak jatah SKS yang harus diselesaikan (bukan ngulang, lho :p), masih ada pekerjaan sampingan yang cukup menyita waktu. Jadi, status mahasiswa ini mungkin akan masih melekat selama dua semester ke depan, jika rencana saya berjalan mulus :-)

Terlepas dari kerempongan semester 7 sejauh ini, semester ini terasa cukup menyenangkan bagi saya. Biarpun tugas menumpuk, pekerjaan membanjir, namun saya bisa melakukannya dengan cukup rileks :)

Apa yang saya nikmati saat ini adalah bagaimana saya bisa berada di luar 'lingkaran' tempat saya biasa berada, meskipun 'lingkaran' itu juga bukan saya sengajakan melibatkan saya. Ya, 'lingkaran' itu muncul hanya karena kawan dekat saya terlibat dalam 'lingkaran' itu, sehingga mau-tak-mau saya ikut terbawa. Habis, kalau mau main sama dia, juga pasti terlibat di sana sih.

Pertemanan itu bukan hal yang kompleks, namun juga tak sesederhana bernapas. Bahkan, bernapas melibatkan proses di dalam tubuh yang nyatanya tak sependek mengetik huruf A. Bagi saya, membangun hubungan pertemanan yang baik itu perlu. Ya, tak perlu memandang faktor-faktor lain seperti kaya-miskin, gaul-cupu, warna kulit, dan sebagainya, sebuah hubungan baik harus diciptakan. Sebab, siapa bisa menyangka bahwa kelak kita justru akan berhubungan dengan mereka dalam frekuensi yang lebih intim? :)

Sebuah ikatan mental atau emosi adalah tahapan yang lebih jauh dari hubungan pertemanan tersebut. Mungkin itu yang membuat dua atau lebih manusia merasakan kedekatan yang lebih dan menamai diri mereka: sahabat.

Saya sendiri bukan tipikal orang yang mudah lekat dengan seseorang atau suatu 'lingkaran'. Saya nyaman seperti ini, mengenal banyak orang dan menjalin hubungan pertemanan yang baik, tanpa banyak bumbu drama. Saya tidak mudah menyebut seseorang lain sebagai 'sahabat', karena saya tahu terma tersebut memiliki arti lebih dari sekadar kata-kata seperti dalam KBBI. Ada ikatan emosi yang terbentuk di sana, tumbuh dari rasa percaya, aman, dan nyaman.

Saya merasa beruntung memiliki karakter seperti itu.

Tepat ketika saya hendak menginjak usia dua-puluh-satu, saya menyadari (setelah ada jarak karena waktu dan kesibukan, serta introspeksi atas diri sendiri) bahwa mungkin, selama ini, saya telah memilih orang-orang yang salah untuk berada di sekitar saya. Bahwa saya mengenal lebih banyak orang yang jauh memberi kepuasan batin dan mampu memberikan kenyamanan, membuat saya makin menyesali diri sendiri.

Perihal saya telah memilih orang-orang yang salah, itu bukan berarti mereka adalah orang yang tidak tepat untuk dijadikan kawan. Bukan seperti itu. Do not get me wrong.

Saya melihat manusia seperti kepingan puzzle: satu keping dapat melengkapi dan menyempurnakan susunan puzzle menjadi sebuah gambar yang cantik. Ya, mungkin kami adalah kepingan puzzle yang berbeda, dan melengkapi gambar yang berbeda pula. Sehingga, di sini maksud kata salah bukan berarti mereka adalah orang yang salah dan tidak pantas untuk ditemani. Saya sudah cukup dewasa untuk memahami bahwa kesalahan tidak selamanya terletak pada diri orang lain. Mungkin saja selama ini saya yang salah, tetap memaksa memasangkan kepingan puzzle saya di tempat yang salah.

Dan saat ini, saya mendapat kesempatan untuk melompat keluar dari 'lingkaran' tempat saya biasa berada. Bukan hal yang rumit, mengingat nyaris tiadanya ikatan emosi yang mengikat saya dengan mereka.




Hal yang menyenangkan dari melompat keluar saat ini adalah kesempatan untuk mengenal lebih banyak orang. Saya lebih senang mengenal orang lain menurut subjektivitas saya sendiri, bukan menurut subjektivitas orang lain. Dan memang, hal ini jauh lebih menyenangkan dilakukan. Rasanya seperti berpetualang :-D

Ada seseorang. Dan tanpa harus 'termakan' cerita tentang seseorang tersebut, saya mendapati ia adalah orang yang cukup menyenangkan. Selain itu, saya juga bisa mengenal lebih jauh orang-orang yang telah saya kenal sebelumnya. Namun, menyenangkan bisa mengenal mereka secara lebih dekat. Dan saya mendapati sedikit cerita pribadi mereka, yang membuat saya paham mengapa mereka menjadi orang yang seperti itu. Yang lebih menyenangkan lagi adalah bahwa ada orang-orang yang cocok dengan saya: kepribadian, visi, dan keinginan untuk terus bekerja keras. Karena bagi orang-orang seperti saya, hidup itu campuran seperti Kacang Segala Rasa Bertie Botts; kadang rasanya enak seperti cokelat, kadang rasanya menjijikkan seperti rasa kotoran telinga (bukan berarti saya pernah mencoba, tapi tanpa mencoba saja sudah terdengar menjijikkan, kan?).

Namun, ada kalanya saya merasa harus merubah sedikit sudut pandang saya. Mungkin, selama ini kepingan puzzle saya yang justru menggunakan persepktif yang berbeda. Seperti kedua gambar berikut ini:



Dan bila saya mau membalik perspektif saya, sebenarnya selama ini saya berusaha melengkapi puzzle yang sama! :)